HANOI (Orang Vietnam sendiri mengejanya dengan Ha Noi), Ibu kota Vietnam (Juga dieja Viet Nam) sudah berubah. Jangan berharap dapat menemukan ribuan sepeda di jalanan dengan pengendaranya yang mengenakan topi caping. Kini, Ha Noi mirip Jakarta, jadi kota sejuta sepeda motor dengan pengendaranya sebagian besar anak-anak muda berhelm ala kadarnya alias helm batok (istilah orang Indonesia).
Sangat jarang ditemukan lagi pengendara sepeda dengan topi caping. Kalaupun ada, itu adalah para orang tua.
Sepanjang perjalanan dari pelabuhan udara No Bai, menyelusuri jalan Pham Hung, salah satu jalan protocol Ha Noi, menuju kota lama, Nampak ribuan sepeda motor memenuhi jalan-jalan. Jenis motornya mirip di Indonesia, yakni motor bebek dan sebagian motor matic buatan korea atawa Cina, umumnya motor-motor yang di Indonesia sudah ketinggalan jalan, seumuran dengan Astrea atawa Vespa.
Mirip di Jakarta pula, para pengendara motor itu nyaris tak kenal aturan, saling nyalip, motong jalur, nabrak lampu merah adalah hal yang biasa. Bedanya, bila polisi Jakarta dikenal galak dan kerap main tilang, maka polisi di Ha Noi jarang main tilang, malah nampaknya terjadi pembiaran. “ Kalau ada polisi ditanya, kenapa nggak ditilang, maka jawabnya : Too many, anytime, anywhere,” kata I Nyoman Wiguna, seorang Staf Penerangan Sosial Budaya Kedutaan Besar RI di Viet Nam sambil terkekeh.
Namun uniknya, ini masih cerita Nyoman, dalam kesemrawutan tersebut, penduduk Ha Noi sudah terbiasa penuh kesabaran. “Sabar dan tertib dalam kesemrawutan,” canda Nyoman yang sudah 3 tahun tinggal di Ha Noi tersebut.
Maksudnya, dengan kondisi lalu lintas yang serba semrawut tersebut, kerap kali terjadi senggolan atau tabrakan antar pengendara, atau antara pengendara dengan pejalan kaki atau dengan mobil.” Kalau tabrakannya hanya kecil, sekedar lecet misalnya, maka urusan selesai, tak ada marah-marah atau minta ganti rugi, masing-masing saling tertawa dan kembali melanjutkan perjalanan masing-masing,” kenang Nyoman.
Halnya lampu lalulintas, lanjut Nyoman, memang ada di beberapa persimpangan. « Lampu lalu lintas itu ada, tapi bisa dipatuhi, bisa pula tidak, dan tidak ada sanksi atau denda, « ujar Nyoman.
Namun itu soal kesemrawutan dan perilaku pengendara motor, tapi kalau soal berbicara prospek Ha Noi kedepan, nampaknya Jakarta perlu miris. « 5 tahun lalu, daerah Pham Hung itu hanya berupa rawa dan tegalan kosong, kini dipenuhi hotel berbintang 5, pusat pertokoan, apartemen, jadis aya bayangkan 5 tahun lagi, nampaknya akan dipenuhi gedung pencakar langit, « kata Abror Rizky, seorang karyawan Istana Kepresidenan Indonesia yang sudah beberapa kali mengunjungi Ha Noi.
Dari atas kamar hotel, kita bisa saksikan, pembangunan gedung sedang giat dilakukan pemerintah Viet Nam. Di setiap pelosok kota, Nampak proyek-proyek pembangunan gedung perkantoran dan hotel serta apartemen bertebaran dimana-mana. Salah seorang raja properti Indonesia, Ciputra, termasuk salah seorang pengusaha yang memiliki beberapa proyek property di kota tersebut, melalui perusahaannya, PT Ciputra Land.
Sangat jarang ditemukan lagi pengendara sepeda dengan topi caping. Kalaupun ada, itu adalah para orang tua.
Sepanjang perjalanan dari pelabuhan udara No Bai, menyelusuri jalan Pham Hung, salah satu jalan protocol Ha Noi, menuju kota lama, Nampak ribuan sepeda motor memenuhi jalan-jalan. Jenis motornya mirip di Indonesia, yakni motor bebek dan sebagian motor matic buatan korea atawa Cina, umumnya motor-motor yang di Indonesia sudah ketinggalan jalan, seumuran dengan Astrea atawa Vespa.
Mirip di Jakarta pula, para pengendara motor itu nyaris tak kenal aturan, saling nyalip, motong jalur, nabrak lampu merah adalah hal yang biasa. Bedanya, bila polisi Jakarta dikenal galak dan kerap main tilang, maka polisi di Ha Noi jarang main tilang, malah nampaknya terjadi pembiaran. “ Kalau ada polisi ditanya, kenapa nggak ditilang, maka jawabnya : Too many, anytime, anywhere,” kata I Nyoman Wiguna, seorang Staf Penerangan Sosial Budaya Kedutaan Besar RI di Viet Nam sambil terkekeh.
Namun uniknya, ini masih cerita Nyoman, dalam kesemrawutan tersebut, penduduk Ha Noi sudah terbiasa penuh kesabaran. “Sabar dan tertib dalam kesemrawutan,” canda Nyoman yang sudah 3 tahun tinggal di Ha Noi tersebut.
Maksudnya, dengan kondisi lalu lintas yang serba semrawut tersebut, kerap kali terjadi senggolan atau tabrakan antar pengendara, atau antara pengendara dengan pejalan kaki atau dengan mobil.” Kalau tabrakannya hanya kecil, sekedar lecet misalnya, maka urusan selesai, tak ada marah-marah atau minta ganti rugi, masing-masing saling tertawa dan kembali melanjutkan perjalanan masing-masing,” kenang Nyoman.
Halnya lampu lalulintas, lanjut Nyoman, memang ada di beberapa persimpangan. « Lampu lalu lintas itu ada, tapi bisa dipatuhi, bisa pula tidak, dan tidak ada sanksi atau denda, « ujar Nyoman.
Namun itu soal kesemrawutan dan perilaku pengendara motor, tapi kalau soal berbicara prospek Ha Noi kedepan, nampaknya Jakarta perlu miris. « 5 tahun lalu, daerah Pham Hung itu hanya berupa rawa dan tegalan kosong, kini dipenuhi hotel berbintang 5, pusat pertokoan, apartemen, jadis aya bayangkan 5 tahun lagi, nampaknya akan dipenuhi gedung pencakar langit, « kata Abror Rizky, seorang karyawan Istana Kepresidenan Indonesia yang sudah beberapa kali mengunjungi Ha Noi.
Dari atas kamar hotel, kita bisa saksikan, pembangunan gedung sedang giat dilakukan pemerintah Viet Nam. Di setiap pelosok kota, Nampak proyek-proyek pembangunan gedung perkantoran dan hotel serta apartemen bertebaran dimana-mana. Salah seorang raja properti Indonesia, Ciputra, termasuk salah seorang pengusaha yang memiliki beberapa proyek property di kota tersebut, melalui perusahaannya, PT Ciputra Land.