Rabu, 15 Desember 2010

Nabi Adam tingginya sekitar 30 M


Cerita 1
NABI  Adam memiliki badan yang begitu tinggi, soal ini pernah di jelaskan oleh rasullulah. kata rassullulah “Allah menciptakan adam dengan tinggi enam puluh hasta“(HR.Bukhari), hadis ini juga ditemukan dalam riwayat imam muslim dan imam ahmad, namun dalam sanad yg berbeda. jika di rinci, satu hasta itu kira2 sama dengan 18 inchi, dan 1 inchi sama dgn 2,54 cm. sehingga 1 hasta sama dengan 45,72 cm. maka dengan begitu tinggi nabi adam adalah 27,432 meter


Cerita 2
Ada fakta yang menarik nih. Tahu tidak kalau tinggi nabi Adam as adalah sekitar 30 meter. Fakta ini ada disebut dalam sebuah hadist shahih. Tidak sedikit orang menertawakan kandungan hadist ini, karena menganggap hal itu tidak terbukti secara ilmu pengetahuan. Benarkah begitu? Ini hadist yang menyatakan tinggi nabi Adam as.

[Al-Bukhariy/ 6227] Telah bercerita kepada kami Yahya bin Ja`far: Telah bercerita kepada kami `Abdu r-Razzaq, dari Ma`mar, dari Hammam, dari Abi Hurayrah, dari Nabi, dia berkata: “Allah menjadikan Adam tingginya 60 hasta, kemudian (Allah) berfirman: Pergilah dan memberi salamlah kepada para malaikat itu, dan dengarkanlah mereka memberi hormat kepada engkau. Itulah kehormatan engkau dan keturunan engkau, lalu (Adam) mengucapkan: Assalamu ‘alaikum, maka (para malaikat) mengucapkan assalamu alaika wa rahmatullah, (para malaikat) menambahkan: warahmatullah, maka setiap orang yang masuk surga serupa dengan Adam (dalam hal perawakan/postur dan gambaran), dan manusia itu senantiasa bertambah kecil sampai sekarang“.

Maksudnya jaman dulu nama Adam as tingginya adalah 60 hasta (1 Kaki = 30 cm, 1 hasta = 1,5 kaki, jadi 60 hasta = 90 kaki = 30 meter), sedangkan keturunannya makin lama makin pendek hingga akhirnya sampai kepada tinggi manusia yang sekarang. Apa fakta sains kalau itulah yang terjadi? Cerita nyata berikut ini secara tidak langsung mendukung kebenaran hadis di atas tersebut.

Ada seorang doktor ahli biologi dari Universitas Hebrew berdialog dengan seorang Rabbi Yahudi yang bernama Dovid Brown. Doktor yang bernama Lesser itu bertanya kepada Rabbi tersebut berapa sesungguhnya tinggi manusia pertama. Rabbi itu menjawab bahwa tinggi manusia pertama adalah sama dengan rata-rata tinggi manusia sekarang menurut “Jewish sages”. Tapi Dr. Lesser membantah pendapat Rabbi tersebut. Dr. Lesser menunjukkan fakta bahwa apabila manusia yang ada sekarang ini dianggap berasal dari hanya sepasang manusia pada awalnya, maka tinggi manusia yang terawal itu harusnya sekitar 90 kaki. Ini berdasarkan penelitian, manusia mengalami penyusutan tinggi badan secara terus-menurus yang disebut “genetic bottelneck”. Seandainya tidak ada terobosan di bidang gizi pada abad ke 17 dan 18, niscaya manusia yang ada sekarang lebih pendek lagi dari tinggi rata-rata sekarang ini.

Informasi di atas dikutip dari “the English section of the September 2001 issue of the Hebrew-English Israeli popular science journal “Ha-Mada Ha-Yisraeli B’Angleet V’Ivreet.”

Sebenarnya doktor itu menolak klaim yang mengatakan bahwa asal-usul manusia berasal dari nabi Adam as, dengan cara menunjukkan fakta bahwa nabi Adam as itu tingginya adalah sekitar 30 meter. Hal menjadi bahan tertawaan ahli-ahli biologi tersebut. Padahal yang sebenarnya terjadi, fakta yang ditunjukkan oleh doktor tersebut malah menunjukkan kebenaran hadist di atas.

Kalau saya menjadi anda, maka saya akan berusaha menjelaskan kepada anak saya bahwa asal-usul manusia itu berasal dari nabi Adam as, walaupun di sekolahnya diajar teori evolusi yang mengatakan bahwa manusia berasal dari monyet. Saya akan katakan kepada anak saya bahwa mempercayai teori evolusi manusia berasal dari monyet dapat mencemarkan kemurnian tauhid kita. Ini dikarenakan teori evolusi yang merupakan aqidah penting kaum atheis berusaha menghapuskan keterlibatan Tuhan yang Maha Pencipta.

Tambahan sedikit. Seandainya tidak ada pembuktian ilmiah pun, kita wajib percaya bahwa tinggi nabi Adam as adalah 30 meter, karena sumber informasi berasal dari sebuah hadist yang shahih.




Selasa, 14 Desember 2010

Adam Bukan Manusia Pertama



DALAM teori evolusi dinyatakan bahwa manusia digolongkan ke dalam ordo primata, hominidae (manusia kera; kera berjalan tegak). Para pendukung teori ini menyatakan bahwa yang dianggap sebagai moyang manusia adalah yang termasuk ke dalam genus Australopithecus, yang lebih cocok disebut “manusia kera” daripada “manusia” pada umumnya. Kemudian genus ini berturut-turut mengalami evolusi pada Australopithecus Afarensis, dan berkembang menjadi Australopithecus Africanus yang pada giliran selanjutnya berkembang menjadi Australopithecus Robustus.

Transisi dari genus ini adalah Homo Habilis dan Homo Erectus yang menandai munculnya “manusia sebenarnya” atau genus Homo. Menjelang munculnya manusia modern atau genus Homo Sapiens, para ahli menemukan satu “makhluk” yang disebut Homo Neanderthalensis. Diperkirakan mereka berkembang sekitar 110.000 tahun dari sekarang sampai munculnya manusia modern atau manusia kontemporer yang disebut sebagai Homo Sapiens sekitar 35.000 tahun sebelum sekarang.

Di dalam Al-Qur’an manusia pertama memang tidak diungkap secara eksplisit. Tampaknya, mengurai asal-usul manusia pertama bukanlah tema substantif al-Qur’an. Penulis sendiri tidak hendak menguraikan proses penciptaan manusia dari sudut pandang biologis yang terdiri dari rangkaian ekstrak atau saripati dan beragam unsur-unsurnya, tetapi dalam tulisan ini yang dibahas adalah substansi penciptaan Adam sebagai seorang khalifah dan kaitannya dengan peradaban manusia.

 

Adam sebagai Khalifah

Substansi dari dialog dengan malaikat (Q.s. al-Baqarah: 30-31 ) adalah penegasan bahwa sesungguhnya Allah sebagai Pencipta atau Penjadi khalifah di muka bumi ini. Kata “jaa`ilun” sebagai konstruksi isim fa`il yang berarti subyek pelaku dalam frasa Innii jaa’ilun fi al-ardhi khaliifah tidak harus diartikan “hendak menjadikan khalifah di muka bumi”. Seandainya arti ini yang dipahami, maka tidak ada khalifah sebelum Adam. Konseksuensi logisnya, Adam adalah manusia pertama.

Seandainya frasa tersebut dikembalikan pada makna asalnya sebagai isim fa‘il, maka hal itu mengisyaratkan bahwa Allah—sebelum atau sesudah terjadinya dialog dengan malaikat sebagaimana yang termaktub dalam ayat tersebut—selalu menjadikan khalifah di muka bumi. Dengan demikian, Adam bukanlah khalifah yang pertama dan bukan pula manusia yang pertama yang diciptakan Allah.

Kemudian, ayat-ayat tersebut memunculkan wacana bahwa seolah-olah malaikat mempunyai pengalaman mengamat-amati sepak terjang sang khalifah. Tampaknya malaikat khawatir akan masa depan khalifah baru yang bernama Adam itu, seandainya perilaku destruktif akan menghancurkan tatanan taqdis dan tasbih malaikat. Kita hanya bisa menduga-duga kategori khalifah yang seperti apakah yang telah (dan akan) melakukan perbuatan tercela itu. Tidak ada keterangan yang jelas perihal khalifah versi malaikat yang dimaksud. Al-Qur’an dalam Q.s. Shaad: 67-73 dengan tegas menyatakan untuk tidak memperpanjang bantah-bantahan ini.

Ada riwayat yang mengasumsikan bahwa iblis atau jin sebagai khalifah sebelum Adam. Qatadah, Ibnu Umar dan Ibnu Abbas menduga, bahwa khalifah yang dimaksud adalah khalifah dari golongan jin yang diduga berbuat kerusakan. Asumsi ini berdasarkan analisis ayat yang menerangkan bahwa jauh sebelum manusia diciptakan, Allah telah menciptakan jin (Ibn-Katsir, Qishashul Anbiya’, hlm. 2).

Benar bahwa jin (dan malaikat) diciptakan sebelum Adam berdasarkan Q.s. al-Hijr: 26-27, namun apakah mereka—khususnya para jin—berperan sebagai khalifah di muka bumi? Pendapat para sahabat tersebut tampaknya hanyalah praduga saja. Lagi pula tidaklah mungkin bumi yang kasat mata ini diwariskan kepada para jin yang tidak kasat mata. Bentuk pengelolaan semacam apakah seandainya para jin yang berfungsi sebagai khalifah di muka bumi ini.

Khalifah sebelum Adam dan khalifah yang hendak diciptakan Allah ini adalah khalifah yang benar-benar berasal dari golongan manusia. Perhatikan ayat berikut ini: Dan Dialah yang telah menjadikan kamu khalifah-khalifah di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian yang lain beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat ‘iqab-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun dan Maha Penyayang. (Q.s. al-An’am: 165).

Ayat tersebut kembali menegaskan bahwa sesungguhnya Allah adalah pencipta para khalifah di muka bumi ini. Kata ganti orang kedua (dhamir mukhatab) pada ja’alakum merujuk pada seluruh umat manusia. Menilik pada keumuman lafadz ini, apabila dikaitkan dengan pertanyaan malaikat tentang penciptaan khalifah, maka khalifah sebelum Adam adalah khalifah dari golongan manusia juga. Ada banyak “Adam-Adam” lain yang sebelumnya diciptakan Allah dengan fungsi yang sama namun dengan karakter yang berbeda; destruktif.

 

Adam dan Instalasi al-Asma’

Dengan mengorelasikan fakta-fakta arkeologis tentang ragam manusia sebelum Homo Sapiens, tampaknya selaras dengan karakter “destruktif” sebagai yang digambarkan malaikat. Namun, bukankah karakter hominid memang demikian? Manusia-manusia tersebut mempunyai struktur fisik yang hampir mirip manusia (kalau tidak ingin dikatakan hampir mirip kera). Mereka tercipta dengan volume otak yang kecil yang dengan sendirinya perilakunya pun cenderung tanpa tatanan manusiawi atau bersifat kebinatangan. Mereka tidak layak disebut sebagai khalifah. Sementara itu, khalifah mempunyai kedudukan yang terhormat sebagai “duta” Allah untuk mengelola bumi ini.

Di sinilah letak diskontinuitas itu. Ternyata, kita tidak bisa mengorelasikan fakta sejarah manusia (asal mula manusia menurut para penganut evolusionisme) dengan asal-usul Adam. Ada banyak keterserakan, sebagaimana yang dideskripsikan Michel Foucault, diskontinuitas dipahami sebagai terserak dan berkecambahnya sejarah ide-ide dan munculnya periode-periode yang begitu panjang dalam sejarah itu sendiri. Dalam pengertian tradisional, sejarah semata-mata selalu tertuju pada keinginan untuk menentukan relasi-relasi kausalitas, determinasi sirkular, antagonisme dan relasi ekspresi antara berbagai fakta dan kejadian yang terekam oleh manusia (The Archeology of Knowledge, hlm. 10).

Keterserakan ini yang menyangkut relasi-relasi kausalitas, determinasi sirkular, antagonisme dan relasi ekspresi antara berbagai fakta dan kejadian yang terekam oleh manusia. Celakanya, kita menganggap bahwa data-data historis tentang bapak manusia itu dirasa cukup hanya dengan ditafsirkan oleh data-data hadits yang sangat dipengaruhi oleh kisah-kisah israiliyat (Bible). Seandainya kita hendak meneliti sejarah penciptaan ini, meminimalisasi diskontinuitas dengan “comot sana comot sini” dari data-data Biblikal bukanlah semangat Qur’anik. Bukankah sejak awal al-Qur’an diturunkan untuk menyempurnakan kitab-kitab sebelumnya?

Dengan meneliti ayat “Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya, Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang (Q.s. al-Baqarah: 37), suksesi khalifah yang tidak berdasarkan kalimah Allah ke yang berdasarkan kalimah Allah barangkali yang paling mendekati untuk mereka-reka praduga ini. Allah hendak mengganti khalifah yang berperilaku destruktif yang tidak berdasarkan pada hukum-hukum Allah dengan khalifah berperadaban yang berdasarkan pada hukum-hukum Allah. Jadi, tegaslah bahwa para hominid itu bukan khalifah.

Namun yang pasti, Adam bukanlah manusia pertama. Tampaknya Q.s. al-Baqarah: 30 menghendaki bahwa penciptaan khalifah berikutnya adalah untuk mereformasi dan merehabilitasi “Adam-Adam” sebelumnya. Dengan kata lain, Allah hendak mengganti khalifah perusak yang tanpa tatanan hukum Allah itu dengan khalifah baru yang bernama Adam dan anak keturunannya kelak yang berlandaskan tatanan hukum Allah.
Selanjutnya, proses pembelajaran untuk khalifah baru ini segera dilakukan. Instalasi ini adalah pembekalan pada diri Adam yang berupa persiapan diri untuk menerima seluruh identifikasi nama-nama, al-asma’ kullaha. Kalimat kullaha adalah penguatan (taukid) bahwa pengajaran al-asma meliputi seluruh nama-nama atau identitas (al-musammiyaat) benda-benda (Tafsir Zamakhsyari, Juz I, hlm. 30).

Sementara itu, Imam al-Qurthuby menitikberatkan bahwa proses pengajaran al-asma’ adalah pengajaran dalam bentuk dasar-dasar ilmu pengetahuan (Tafsir al-Qurthuby, Juz I, hlm. 279). Hal ini mengandung makna yang lebih dalam, bahwa Adam sudah diperlengkapi dengan perangkat nalar yang siap untuk menerima seluruh identifikasi nama-nama. Pengajaran bukanlah dengan mengajarkan penyebutan benda-benda satu-persatu belaka, namun lebih pada pengidentifikasian yang selanjutnya dikembangkan sendiri oleh Adam.

Adam-lah manusia rasional yang pertama.
Proses instalasi ini dijadikan bekal Adam untuk diwariskan kepada anak cucunya dalam rangka mengelola dunianya kelak. Instalasi al-asma’ adalah instalasi sendi-sendi pengetahuan sehingga Adam mampu mengidentifikasi nama-nama seluruhnya (al-asma’ kullaha). Faktor inilah yang mendorong manusia untuk menjadi makhluk pembelajar—homo academicus. Adam mampu mengidentifikasi dan mengembangkan daya nalarnya sampai pada tahap yang mengagumkan malaikat. Sementara, malaikat tidak mempunyai pengetahuan sedikit pun kecuali apa yang telah diinformasikan Allah kepada mereka, subhaanaka laa ‘ilma lanaa illaa maa ‘allamtanaa. Inilah yang membuat malaikat jatuh tersungkur karena ta’dzim kepada Adam akan pencapaian kemajuan ilmiahnya.

Tampaknya, diskontinuitas sejarah penciptaan Adam memang demikian adanya. Al-Qur’an—justru—hendak menggerakkan hikmah di balik penciptaan itu untuk selalu terus menerus berpikir dan menggunakan daya nalar manusia di bawah bimbingan hukum Allah (kalimaatin) sebagaimana Adam meletakkan dasar-dasar budaya dan peradaban di bawah bimbingan-Nya. Sementara itu, membicarakan Adam sebagai tokoh sejarah (manusia pertama atau bukan) tidaklah substansial dan tidak memberikan dampak apa-apa bagi peradaban itu sendiri.l


Yusef Rafiqi
Alumnus Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Garut (Angkatan IX); sekarang Dosen di FAI Universitas Siliwangi Tasikmalaya; dan pengasuh PP at-Tajdid Muhammadiyah, Singaparna, Tasikmalaya.


Rabu, 24 November 2010

Teater, Mengolah Rasa Empati

Teater, menjadi pilihan kegiatanku di saat kuliah. Bukan untuk tujuan jadi artis, apalagi beroleh Piala Citra atau bisa maen di Hollywood. Di Teater, ku bisa menjajal kemampuan berolah peran, mengasah rasa empati pada sisi kehidupan lain, serta belajar bebas berekspresi tanpa beban status sosial, dan beban kantong (maksudnya nggak mikiran di kantong ada atau tidak ada duit).

Bila mahasiswa lain rajin nongkrong di perpustakaan atau di fakultas, maka saya mah mendingan nongkrong di GSSTF (Gelanggang Seni Sastra dan Film) Universitas Padjadjaran. Lokasinya yang bertetangga dengan Fakultas Sastra, FISIP, dan PAAP (Pendidikan Ahli Administrasi Perusahaan) menjadi strategis untuk ngecengin mahasiswi-mahasiswinya yang bening-bening.

Namun jangan salah, saya juga tak malu-malu, bahkan cenderung bikin malu dengan teriak-teriak, jingkrak-jingkrak atau tertawa ngakak, saat latihan di koridor, ditengah lalu-lalang para mahasiswa dan mahasiswi lain.

Minggu, 21 November 2010

Hanoi, Kota Sejuta Motor


HANOI (Orang Vietnam sendiri mengejanya dengan Ha Noi), Ibu kota Vietnam (Juga dieja Viet Nam) sudah berubah. Jangan berharap dapat menemukan ribuan sepeda di jalanan dengan pengendaranya yang mengenakan topi caping. Kini, Ha Noi mirip Jakarta, jadi kota sejuta  sepeda motor dengan pengendaranya sebagian besar anak-anak muda berhelm ala kadarnya alias helm batok (istilah orang Indonesia).

Sangat jarang ditemukan lagi pengendara sepeda dengan topi caping. Kalaupun ada, itu adalah para orang tua.

Sepanjang perjalanan dari pelabuhan udara No Bai, menyelusuri jalan Pham Hung, salah satu jalan protocol Ha Noi, menuju kota lama, Nampak ribuan sepeda motor memenuhi jalan-jalan. Jenis motornya mirip di Indonesia, yakni motor bebek dan sebagian motor matic buatan korea atawa Cina, umumnya motor-motor yang di Indonesia sudah ketinggalan jalan, seumuran dengan Astrea atawa Vespa.

Mirip di Jakarta pula, para pengendara motor itu nyaris tak kenal aturan, saling nyalip, motong jalur, nabrak lampu merah adalah hal yang biasa. Bedanya, bila polisi Jakarta dikenal galak dan kerap main tilang, maka polisi di Ha Noi jarang main tilang, malah nampaknya terjadi pembiaran. “ Kalau ada polisi ditanya, kenapa nggak ditilang, maka jawabnya : Too many, anytime, anywhere,” kata I Nyoman Wiguna, seorang Staf Penerangan Sosial Budaya Kedutaan Besar RI di Viet Nam sambil terkekeh.

Namun uniknya, ini masih cerita Nyoman, dalam kesemrawutan tersebut, penduduk Ha Noi sudah terbiasa penuh kesabaran. “Sabar dan tertib dalam kesemrawutan,” canda Nyoman yang sudah 3 tahun tinggal di Ha Noi tersebut.

Maksudnya, dengan kondisi lalu lintas yang serba semrawut tersebut, kerap kali terjadi senggolan atau tabrakan antar pengendara, atau antara pengendara dengan pejalan kaki atau dengan mobil.” Kalau tabrakannya hanya kecil, sekedar lecet misalnya, maka urusan selesai, tak ada marah-marah atau minta ganti rugi, masing-masing saling tertawa dan kembali melanjutkan perjalanan masing-masing,” kenang Nyoman.

Halnya lampu lalulintas, lanjut Nyoman, memang ada di beberapa persimpangan. « Lampu lalu lintas itu ada, tapi bisa dipatuhi, bisa pula tidak, dan tidak ada sanksi atau denda, « ujar Nyoman.

Namun itu soal kesemrawutan dan perilaku pengendara motor, tapi kalau soal berbicara prospek Ha Noi kedepan, nampaknya Jakarta perlu miris. « 5 tahun lalu, daerah Pham Hung itu hanya berupa rawa dan tegalan kosong, kini dipenuhi hotel berbintang 5, pusat pertokoan, apartemen, jadis aya bayangkan 5 tahun lagi, nampaknya akan dipenuhi gedung pencakar langit, « kata Abror Rizky, seorang karyawan Istana Kepresidenan Indonesia yang sudah beberapa kali mengunjungi Ha Noi.

Dari atas kamar hotel, kita bisa saksikan, pembangunan gedung sedang giat dilakukan pemerintah Viet Nam. Di setiap pelosok kota, Nampak proyek-proyek pembangunan gedung perkantoran dan hotel serta apartemen bertebaran dimana-mana. Salah seorang raja properti Indonesia, Ciputra, termasuk salah seorang pengusaha yang memiliki beberapa proyek property di kota tersebut, melalui perusahaannya, PT Ciputra Land.

Jumat, 19 November 2010

Suatu Malam di Hanoi

Menikmati malam di Ha Noi, Ibukota Vietnam, rasanya tak lengkap jiga tak menikmati naik Cyclo, sejenis beca khas kota tersebut. Walaupun tarifnya agak mahal, sekitar 2 dollar untuk keliling pusat kota Ha Noi di sekitar Danau Hoankiem, rasanya nikmati dan puas.

Shanghai, Nyaris sempurna

Shanghai. Sebuah kota yang nyaris sempurna. Ditata secara awal dengan perencanaan matang, mulai dari lahan hunian, lahan perkantoran, pedestrian, apartemen, wahana wisata, dan sebagainya.

Sabtu, 13 November 2010

Masa SMA

Masa SMA, bagi ku adalah masa yang paling mengesankan, tanpa beban hidup, menikmati jiwa remaja, sedikit rada jahiliyah.  Esok? itu soal nanti. Coba tebak, saya yang mana, ayo? Yang jelas n i foto waktu study tour SMAN 12 Bandung ke Cirebon, kira-kira tahun 1984.

Sahabat terbaikku

Sahabat,
Gimana kabarmu? Semoga dirimu memperoleh tempat yang layak di sisi Allah SWT. Maaf, saya belum sempat membalas segala kebaikan yang pernah dirimu berikan. Dirimulah yang telah membukakan pintu untukku menapak hidup lebih layak, lebih pasti dan lebih segala-galanya.  Dirimu lah salah satu sahabat terbaik yang pernah kumiliki. Banyak memberi tanpa meminta sedikitpun, tanpa pamrih, tanpa syarat dan tanpa apapun. Rasanya tidak ada yang lebih pantas kuberikan untukmu selain DOA, semoga Allah memberi balasan segala kebaikan yang telah kau berikan. Allah Maha Tahu dan Maha Adil. Saya yakin itu.
Selamat jalan Sahabatku.

Super Hero Idolaku


Ku suka komik super hero yang nampilkan super hero lokal semacam Godam, Gundala, Maza, Aquanus, Kapten melar, dan masih banyak lagi. Terkadang saya membayangkan, jika di dunia nyata, hadir para super hero tersebut, kayaknya penjahat keder dan Indonesia pun aman.

Namun, saya pun kerap bertanya, jika mereka ada, kayaknya akan terjerat UU Anti Pornografi, sebab para superhero tersebut sebagian besar, cewek and cowok, pakaiannya seksi banget, pake cangcut, pakaian ketat, bahkan superhero cewek, umumnya pamer dada.

Karena mereka umumnya bertindak secara tegas dan lugas, saya khawatir para super hero tersebut akan didemo karena kasus pelanggaran hak asasi manusia.

Yang juga penting, Godam misalnya, saya khawatir saat ia terbang akan tersangkut di tiang listrik atau menara selular atau terlilit benang layangan.

Link